Jumat, 19 Agustus 2011

SESAR SEMANGKO


Sesar Sumatra (Sesar Semangko) Sumber Gempa Darat di Sumatera

Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979). Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter/tahun menurun menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.
Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
A. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
B. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140 kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
C . Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan posisi memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik.
6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200 kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S-5.9°S), segmen Semangko (5.9°S-5.25°S), segmen Kumering (5.3°S-4.35°S), segmen Manna (4.35°S-3.8°S), segmen Musi (3.65°S-3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S-2.75°S), segmen Dikit (2.75°S-2.3°S), segmen Siulak (2.25°S-1.7°S), segmen Sulii (1.75°S-1.0°S), segmen Sumani (1.0°S-0.5°S), segmen Sianok (0.7°S-0.1°N), segmen Barumun (0.3°N-1.2°N), segmen Angkola (0.3°N-1.8°N), segmen Toru (1.2°N-2.0°N), segmen Renun (2.0°N-3.55°N), segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N), segmen Aceh (4.4°N-5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N-5.9°N).
1.Segmen Sunda  (Selat Sunda-Lampung) 
Panjang :  150 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
2.  Segmen Semangko    (Lampung)   
Panjang :  65 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
3. Segmen  Kumering   (Lampung)    
Panjang :  150 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
4. Segmen Manna   (Bengkulu)     
Panjang :  85 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
5. Segmen Musi  (Bengkulu)      
Panjang :  70 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm men
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
6. Segmen Ketaun   (Jambi) 
Panjang :  85 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
7. Segmen  Dikit  (Jambi) 
Panjang :  60 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
8.  Segmen Siulak  (Jambi )  
Panjang :  70 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
9. Segmen  Suliti  (Sumbar)   
Panjang :  95 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
10. Segmen  Sumani  (Sumbar)
Panjang :  60 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
 11. Segmen  Sianok (Sumbar)
Panjang :  90 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
12. Segmen  Sumpur  (Sumbar)
Panjang :  35 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
13. Segmen  Barumun  (Sumut)
Panjang :  125 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
14. Segmen  Angkola  (Sumut)
Panjang :  160 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
15. Segmen  Toru  (Sumut)
Panjang :  95 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
16. Segmen  Renun  ( Sumut )
Panjang :  220 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
17. Segmen  Tripa  (NAD)
Panjang :  180 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
18. Segmen  Aceh  (NAD)
Panjang :  200 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn : 20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
19. Segmen  Seulimeum  (NAD)
Panjang :  120 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn : 20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda, di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi Jawa dan Propinsi Sumatra Selatan Busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas Busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di Selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga.
Sejarah Gempa darat di Sumatera Barat
Berdasarkan catatan data sejarah kegempaan yang berpusat di sesar Sumatra  di Sumatera Barat, memang sudah  berapa kali mengalami gempa merusak diantaranya adalah Gempa  Padang (1822, 1835, 1981, 1991, 2005), Gempa  Singkarak (1943), Gempa Pasaman  (1977) dan Gempa Agam (2003). Catatan paling tua menunjukkan bahwa di Padang pada tahun 1822 telah terjadi gempa kuat yang diikuti suara gemuruh yang berpusat di antara Gunung Talang dan Gunung Merapi. Meski tidak ada laporan secara rinci menyebutkan, namun gempa ini dilaporkan menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa cukup banyak.
Pada tanggal 28 Juni 1926, gempa dahsyat 7.8 Skala Richter mengguncang Padang Panjang. Akibat gempa ini tercatat korban tewas lebih dari 354 orang. Kerusakan parah terjadi di sekitar Danau Singkarak Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian wilayah Danau Singkarak. Tercatat di Kabupaten Agam sebanyak 472 rumah roboh, 57 orang tewas dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh, 247 orang tewas. Dampak gempa juga menimbulkan banyak tanah terbelah, longsoran di Padang Panjang, Kubu Krambil dan Simabur. Gempa kuat dengan magnitudo 5.6 Skala Richter juga pernah terjadi pada 16 Pebruari 2004. Getaran gempa ini dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban tewas sebanyak 6 orang dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar. Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 22 Pebruari 2004, gempa yang  lebih besar kembali mengguncang Sumatera Barat dengan magnitudo 6 Skala Richter. Yang mengakibatkan satu orang korban tewas dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat di Kabupaten Pesisir Selatan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap Bang

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCPenney Coupons