Sabtu, 20 Agustus 2011

10 GALAKSI PALING INDAH


10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta


Galaksi adalah sebuah sistem yang terikat oleh gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (dengan segala bentuk manifestasinya, antara lain bintang neutron dan lubang hitam), gas dan debu kosmik medium antarbintang, dan kemungkinan substansi hipotetis yang dikenal dengan materi gelap.[1][2] Kata galaksi berasal dari bahasa Yunani galaxias [????????], yang berarti “susu,” yang merujuk pada galaksiBima Sakti (bahasa Inggris: Milky Way). Tipe-tipe galaksi berkisar dari galaksi kerdil dengan sepuluh juta[3] (107) bintang hingga galaksi raksasa dengan satu triliun [4] (1012) bintang, semuanya mengorbit pada pusat galaksi. Matahari adalah salah satu bintang di galaksiBima Sakti; tata surya termasuk bumi dan semua benda yang mengorbit matahari.
Kemungkinan terdapat lebih dari 100 milyar (1011) galaksi pada alam semesta teramati.[5] Sebagian besar galaksi berdiameter 1000 hingga 100.000 [4] parsec dan biasanya dipisahkan oleh jarak yang dihitung dalam jutaan parsec (atau megaparsec).[6] Ruang antar galaksi terisi dengan gas yang memiliki kerapatan massa kurang dari satu atom per meter kubik. Sebagian besar galaksi diorganisasikan ke dalam sebuah himpunan yang disebut klaster, untuk kemudian membentuk himpunan yang lebih besar yang disebut superklaster. Struktur yang lebih besar ini dikelilingi oleh ruang hampa di dalam alam semesta.[7]
Meskipun belum dipahami secara menyeluruh, materi gelap terlihat menyusun sekitar 90% dari massa sebagian besar galaksi. Data observasi menunjukkan lubang hitam supermasif kemungkinan ada pada pusat dari banyak (kalau tidak semua) galaksi.
Kata galaksi diturunkan dari istilah bahasa Yunani untuk Milky Way (galaksi kita), galaxias (????????), atau kyklos galaktikos. Kata ini berarti “lingkaran susu”, sesuai dengan penampakannya di angkasa. Dalam mitologi Yunani, Zeus menempatkan anak laki-lakinya yang dilahirkan oleh manusia biasa, bayi Heracles, pada payudara Hera ketika Hera sedang tidur sehingga bayi tersebut meminum susunya dan karena itu menjadi manusia abadi. Hera terbangun ketika sedang menyusui dan kemudian menyadari ia sedang menyusui bayi yang tak dikenalnya: ia mendorong bayi tersebut dan air susunya menyembur mewarnai langit malam, menghasilkan pita cahaya tipis yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Milky Way(jalan susu).[8]
Berikut adalah Galaksi-galaksi yang paling indah di alam semesta :
Galaksi Sombrero
Galaksi Sombrero 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
The Sombrero Galaxy (juga dikenal sebagai M104 atau NGC 4594) adalah unbarred galaksi spiral di konstelasi Virgo. Memiliki inti terang, luar biasa besar tonjolan pusat, dan debu terkemuka cenderung jalan dalam disk. Jalur debu yang gelap dan tonjolan memberikan galaksi ini penampilan sebuah sombrero. Galaksi memiliki magnitudo tampak dari 9,0, sehingga mudah terlihat dengan teleskop amatir. Tonjolan besar, pusat lubang hitam supermasif, dan debu jalan semua menarik perhatian para astronom profesional.
yang terjadi di Bima Sakti itu sendiri. Cahaya dari supernova mencapai bumi pada 23 Februari 1987. Sebagai supernova pertama ditemukan pada tahun 1987, itu berlabel “1987a”. Kecerahan yang memuncak pada Mei dengan besarnya yang jelas sekitar 3 dan perlahan-lahan menurun pada bulan-bulan berikutnya. Ini adalah kesempatan pertama bagi para astronom modern untuk melihat supernova dari dekat.
Galaksi Black Eye
Galaksi Black Eye 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Sebuah galaksi spiral di konstelasi Coma Berenices, Messier 64, yang terkenal “Black Eye” galaksi atau “Putri Tidur galaksi,” memiliki spektakuler band gelap menyerap debu di depan inti galaksi cerdas. Itu terkenal di kalangan astronom amatir karena penampilannya di teleskop kecil.
2MASX J00482185-2507365 occulting pair
2MASX J00482185 2507365 occulting pair 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
2MASX J00482185-2507365 occulting pair adalah sepasang galaksi spiral yang tumpang tindih yang ditemukan di sekitar NGC 253, yang Pematung Galaxy. Kedua galaksi yang lebih jauh dari NGC 253, dengan latar belakang galaksi, 2MASX J00482185-2507365, tergeletak di pergeseran merah z = 0,06, dan latar depan galaksi NGC yang terletak di antara 253 dan galaksi di latar belakang (0,0008 <0,06).>
The Whirlpool Galaxy
The Whirlpool Galaxy 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
The Whirlpool Galaxy juga dikenal sebagai Messier 51A, M51a, atau NGC 5194, Pusaran Air Galaxy adalah sebuah grand-design berinteraksi galaksi spiral yang terletak pada jarak sekitar 23 juta tahun cahaya di konstelasi Tongkat Venatici. Ini adalah salah satu spiral galaksi paling terkenal di langit. Galaksi dan pendamping (NGC 5195) yang mudah diamati oleh astronom amatir, dan kedua galaksi bahkan dapat dilihat dengan teropong. The Whirlpool Galaxy juga merupakan target yang populer astronom profesional, yang mempelajari ke galaksi lebih memahami struktur (terutama struktur yang terkait dengan lengan spiral) dan galaksi interaksi.
Grand Spiral Galaxy
Grand Spiral Galaxy 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Grand Spiral Galaxy juga dikenal sebagai NGC 123, galaksi yang menakjubkan ini didominasi oleh jutaan bintang terang dan gelap debu, terperangkap dalam pusaran gravitasi lengan spiral berputar di sekitar pusat. Open cluster yang berisi bintang-bintang biru terang dapat dilihat ditaburkan di sepanjang lengan spiral ini, sementara jalur gelap debu antarbintang padat dapat dilihat ditaburkan di antara mereka. Kurang terlihat, tetapi dapat dideteksi, adalah normal redup miliaran luas bintang-bintang dan gas antar bintang, bersama-sama memegang massa yang tinggi seperti mereka mendominasi dinamika galaksi batin. Invisible adalah jumlah lebih besar materi dalam bentuk yang kita belum tahu – meresap materi gelap yang diperlukan untuk menjelaskan gerakan yang terlihat di luar galaksi.
Supernova 1987 A
Supernova 1987 A 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Dua dekade lalu, para astronom melihat salah satu ledakan bintang paling terang di lebih dari 400 tahun: sebuah bintang terkutuk, disebut Supernova 1987a. Gambar ini menunjukkan seluruh wilayah sekitar supernova. Fitur yang paling menonjol dalam gambar adalah sebuah cincin dengan puluhan titik terang. Sebuah gelombang kejut material yang disebabkan oleh ledakan bintang yang terempas ke daerah di sepanjang daerah batin cincin, pemanasan mereka, dan menyebabkan mereka bercahaya. Cincin, sekitar tahun cahaya di seberang, mungkin gudang dengan bintang-bintang sekitar 20.000 tahun sebelum meledak. Dalam beberapa tahun berikutnya, seluruh cincin akan menyala seperti menyerap kekuatan penuh kecelakaan. Cincin yang menyala-nyala diharapkan menjadi cukup terang untuk menerangi bintang lingkungannya, menyediakan astronom dengan informasi baru tentang bagaimana mengusir bintang materi sebelum ledakan. Gambar itu diambil pada bulan Desember 2006 dengan Kamera Hubble untuk Survei. (Kredit: NASA, ESA, dan R. Kirshner; Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics)
Galaxy NGC 1512
Galaxy NGC 1512 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Sebuah galaksi spiral yang terletak sekitar 30 juta tahun cahaya ke arah konstelasi Horologium, Galaxy NGC 1512 adalah cukup terang untuk dilihat dengan teleskop amatir. Galaksi adalah sekitar 70.000 tahun cahaya di seberang, yang hampir sama besar dengan kita sendiri galaksi Bima Sakti. Inti galaksi yang luar biasa bagi para “circumnuclear” Starburst cincin, yang merupakan lingkaran luar biasa dari kelompok-kelompok bintang muda yang mencakup beberapa tahun cahaya di 2400. Galaksi “starbursts” adalah episode penuh semangat pembentukan bintang baru dan ditemukan di berbagai galaksi lingkungan.
Galaxy NGC 3.370
Galaxy NGC 3.370 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Galaksi spiral yang berdebu yang terletak sekitar 98 juta tahun cahaya ke arah konstelasi Leo, pusat NGC 3.370 menunjukkan jalur debu digambarkan dengan baik dan sakit luar biasa yang ditentukan inti. Pandangan ini adalah 3.370 NGC diperoleh oleh Teleskop luar angkasa Hubble menggunakan Kamera untuk survei dan cukup tajam untuk mengidentifikasi individu bintang variabel Cepheid di galaksi. Bintang variabel Cepheid yang digunakan untuk menetapkan jarak extragalactic. Pada tahun 1994, Ia sypernova Tipe meledak di NGC 3.370. (Kredit: NASA, The Hubble Heritage Tim dan A. Riess; STScI) galaksi adalah sekitar 70.000 tahun cahaya di seberang, yang hampir sama besar dengan kita sendiri galaksi Bima Sakti. Inti galaksi yang luar biasa bagi para “circumnuclear” Starburst cincin, yang merupakan lingkaran luar biasa dari kelompok-kelompok bintang muda yang mencakup beberapa tahun cahaya di 2400. Galaksi “starbursts” adalah episode penuh semangat pembentukan bintang baru dan ditemukan di berbagai galaksi lingkungan.
M81
M81 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Besar dan indah galaksi spiral M81, di konstelasi bintang biduk utara, adalah salah satu galaksi paling terang terlihat di langit planet Bumi. Luar biasa ini tampilan rinci mengungkapkan inti cerah, lengan spiral besar dan menyapu debu kosmis jalur dengan skala yang sebanding dengan Bima Sakti. Mengisyaratkan pada masa lalu yang kacau, debu jalan yang luar biasa berjalan lurus melalui disk, bawah dan kanan dari pusat galaksi, bertentangan dengan M81 terkemuka lainnya fitur spiral. Errant jalur debu yang mungkin melekat erat hasil dari pertemuan antara M81 dan galaksi pendamping yang lebih kecil, M82. Bintang variabel pengawasan di M81 (alias NGC 3031) telah menghasilkan salah satu yang terbaik untuk menentukan jarak galaksi eksternal – 11,8 juta tahun cahaya.
Hoag’s Object
Hoag’s Object 10 Galaksi Paling Indah di Alam Semesta
Tidak khas, jenis galaksi yang dikenal sebagai galaksi cincin, penampilan Hoag’s Obyek telah tertarik astronom amatir sebanyak struktur yang lazim terpesona profesional. Apakah ini satu galaksi atau dua? Pertanyaan ini terungkap di tahun 1950 ketika astronom Seni Hoag kebetulan extragalactic pada objek yang tidak biasa ini. Di luar adalah sebuah cincin didominasi oleh bintang-bintang biru terang, sedangkan terletak di dekat pusat bola banyak bintang-bintang merah yang mungkin jauh lebih tua. Antara keduanya adalah kesenjangan yang muncul hampir sepenuhnya gelap. Bagaimana Hoag’s Obyek terbentuk tetap tidak diketahui, walaupun objek serupa kini telah diidentifikasi dan secara kolektif dicap sebagai bentuk cincin galaksi. Kejadian hipotesis termasuk tabrakan galaksi miliaran tahun yang lalu dan perturbative interaksi gravitasi melibatkan inti berbentuk yang luar biasa. Foto di atas diambil oleh Teleskop luar angkasa Hubble pada bulan Juli 2001 belum pernah terjadi sebelumnya mengungkapkan rincian Hoag’s Obyek dan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik. Hoag’s Obyek rentang sekitar 100.000 tahun cahaya dan terletak sekitar 600 juta tahun cahaya ke arah konstelasi Serpens. Kebetulan, terlihat di dalam celah cincin lagi-lagi galaksi yang mungkin terletak jauh di kejauhan.

TUMOR BATAK / DANAU TOBA


Letusan Gunung Toba yang melontarkan jutaan metrik ton debu volkanik, sulfur, dan partikel-partikel lain ke atmosfir pada 74 ribu tahun yang lalu disebut-sebut menyebabkan penggelapan langit, penurunan suhu global hingga 10 derajat Celcius selama hampir satu dekade dan membinasakan sebagian besar umat manusia.
Ternyata, dari penelitian terbaru, efek cuaca yang disebabkan letusan Toba lebih ringan dan reda relatif lebih cepat dibanding perkiraan yang dibuat oleh pada arkeolog dan klimatolog sebelumnya. Manusia yang mengalami bencana letusan Toba itu diperkirakan berhasil melewatinya dengan selamat.
Meski dari sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa letusan Toba yang kini meninggalkan danau volkanik terbesar di dunia itu menggelapkan dan membekukan dunia, menggunakan data letusan gunung Pinatubo, Filipina tahun 1991, Stephen Self, volkanologis dari Open University, Milton Keynes, Inggris dan Michael Rampino, paleobiologis dari New York University, menyatakan bahwa efek pendinginan suhu akibat letusan Toba hanya mencapai 3 sampai 5 derajat saja.
Berdasarkan data yang didapat dari situs arkeologi di India, tim antropolog University of Oxford, Inggris, yang dipimpin oleh Michael Petraglia menyebutkan bahwa manusia yang tinggal tidak jauh dari zona letusan justru malah berhasil melewati bencana tersebut dengan mudah.
Untuk mencari titik terang, tim peneliti yang dipimpin oleh Claudia Timmreck, dari Max-Planck Institute for Meteorology di Hamburg, Jerman membuat pemodelan yang mampu menggambarkan lebih realistis (meski metode ini juga memiliki beberapa kekurangan) apa yang terjadi saat Toba meletus.
Peneliti fokus ke bagaimana partikel sulfate aerosol yang terbentuk di stratosfir akibat letusan sulfur dioksida yang mengandung gas mendinginkan atmosfir dengan cara memantulkan sinar matahari. Dari data yang didapat, dan disesuaikan dengan asumsi yang sudah dibuat sebelumnya, diketahui bahwa Toba mengirimkan sekitar 850 juta metrik ton sulfur ke atmosfir. Angka ini 100 kali lebih banyak dibanding setoran gunung Pinatubo ke atmosfir.
Dari simulasi juga diketahui bahwa dampak Toba memang hanya menurunkan suhu sebanyak 3 sampai 5 derajat Celcius di seluruh dunia. Akan tetapi, konsentrasi sulfur tidaklah padat dan segera hilang dari stratosfir selama 2 sampai 3 tahun saja. Perubahan temperatur secara ekstrim yang terjadi di Afrika dan India hanya berlangsung selama 1 sampai 2 tahun. Di kawasan ini, di tahun pertama suhu turun 10 derajat dan 5 derajat di tahun kedua.
Menurut Timmreck, seperti dikutip dari ScienceMag, 25 November 2010, Toba juga tidak memusnahkan flora dan fauna. Namun Timmreck mengakui, kehidupan di masa-masa tersebut memang sulit.
Michael Petraglia berpendapat, Toba memang bukanlah penyebab utama anjloknya jumlah populasi manusia di era tersebut. Akan tetapi Toba membuat situasi menjadi makin parah. Langkah selanjutnya, kata Petraglia, peneliti masih harus melanjutkan hasil temuan simulasi tersebut dengan observasi langsung di kawasan sekitar Toba untuk mengetahui secara lebih akurat dampak lingkungan yang terjadi.
TUMOR BATAK
Tumor Batak menurut van Bemmelen(geologist) ialah suatu lipatan lapisan-lapisan bumi yang menyembul sepanjang 275 Km dan selebar 150 Km. Bagian yg paling menyolok dari tumor itu, yakni Cekungan toba yang besar dengan danau Toba di tengahnya. Ukuran sebenarnya cekungan itu kira-kira 100 Km x 30 Km pada suatu daerah seluas 2.270 Km2.
Danau toba sendiri panjangnya 87 Km, dengan jarak keliling 294 Km dan luasnya 1.776 Km2 termasuk pulau Samosir. Pulau Samosir sendiri meliputi luas 640 Km2, maka luas air dari danau itu berjumlah kira-kira 1.130 Km2.
Melingkari cekungan Toba itu adalah gunung-gunung seperti Sibuatan(2.457 m) di sebelah timur laut danau, Pangulubao(2.151 m) ke timur, Surungan(2.173 m) ke tenggara, dan Ulu darat(2.157 m) ke barat. Semua gunung ini terdiri dari batu-batu pra-Tersier dan Tersier awal.
Supervolcano Toba
Jauh dari Toba, di lapisan es yang dingin membeku di Greenland dekat Kutub Utara, pada awal dekade 1970 para ahli geologi glasial dan paleoklimatologi terheran-heran mendapati inti pengeboran es mengandung anomali endapan sulfat yang pasti berkaitan dengan endapan abu gunung api.
Ribuan gunung api tersebar di atas bumi, gunung api manakah yang endapan abunya tersebar hingga Kutub Utara? Hasil penelitian menemukan data yang mencengangkan. Clive Oppenheimer pada 2002 menyatakan anomali tersebut berhubungan dengan abu gunung api yang diendapkan oleh suatu kejadian letusan vulkanik 74.000 tahun yang lalu. Endapan dengan umur sama yang lebih tebal dijumpai dari hasil pengeboran dasar laut di Samudera Hindia dan Laut Arab selama akhir 1980-an dan awal 1990-an. Semuanya ternyata berumur setara dengan endapan berwarna putih yang tersebar luas di dataran-dataran tinggi sekeliling Danau Toba. Itulah yang dikenal sebagai tuf Toba (Toba tuffs).
Di jaman prasejarah, 74.000 tahun yang lalu, diperkirakan suatu rangkaian letusan gunung api yang dahsyat telah terjadi di sepanjang retakan pada batas-batas timur laut dan barat daya Danau Toba. RW van Bemmelen, seorang ahli geologi Belanda – yang bukunya “The Geology of Indonesia, 1949” selalu menjadi rujukan geologi Indonesia – pada 1929 dan 1939 mengemukakan hipotesis terbentuknya Danau Toba.
Menurutnya, suatu pembumbungan bagian tengah Sumatra Utara yang dikenal sebagai “tumor Batak” menjadi cikal bakal terbentuknya Danau Toba. Tumor itu meletus luar biasa dahsyat, gabungan antara proses-proses vulkanik dan tektonik, menyebabkan amblesnya bagian tengah tumor tersebut membentuk cekungan memanjang barat laut – tenggara, searah memanjang Pulau Sumatera, dan juga searah dengan Sesar Besar Sumatra dan Pegunungan Bukitbarisan. Proses itu juga menyebabkan “terungkitnya” sebagian dari amblesan, terangkat naik dengan posisi miring ke arah barat daya, membentuk Pulau Samosir.
Pendapat Bemmelen yang telah bertahan begitu lama sejak 1929 itu akhirnya terbantahkan oleh penelitian geomorfologi yang dikerjakan Verstappen selama 1961 – 1973. Ia mendapati adanya teras-teras struktural di ngarai-ngarai terjal Sei Asahan di Siguragura yang di atasnya terendapkan tuf Toba.
Hal itu menunjukkan bahwa Sei Asahan telah terbentuk jauh sebelum letusan dahsyat Toba menurut Bemmelen pada 1929. Artinya, ada kemungkinan cekungan Toba telah ada sebelum letusan supervolcano, atau apa yang dikenalkan oleh Bemmelen sebagai letusan volkano-tektonik. Letusan-letusan besar itu terjadi pada gunung-gunung api yang kemungkinan terjadi pada retakan-retakan dan sesar-sesar yang mengapit gawir-gawir terjal lembah Danau Toba.
Letusan-letusan besar paroksismal menyemburkan abu-abunya hingga ke lapisan-lapisan stratosfer dan disebarkan ke seluruh permukaan Bumi. Endapan tebal tentu saja jatuh di sekitar pusat letusan di sekitar Danau Toba, menghasilkan tuf Toba, batuan berwarna putih dengan butiran-butiran gelas vulkanik, fragmen kuarsa, dan matriks gelas berukuran lempung.
Kejadian itu tidak berlangsung dalam satu kali saja. Hasil penelitian stratigrafi lapisan tuf Toba dan pengukuran umur absolutnya, menunjukkan adanya lapisan-lapisan tuf hasil letusan sekitar 74.000, 450.000, 840.000, dan 1,2 juta tahun yang lalu, menghasilkan perulangan 375.000 tahun dengan deviasi standar 15.000 tahun (Chesner et al. 1991 dan Dehn et al. 1991, dalam Rampino & Self, 1993).
Rampino dan Self (1993) mencurigai bahwa letusan supervolcano Toba telah menghasilkan letusan abu gunung api sebesar 2.800 km3 setinggi 40 km ke angkasa yang kemudian dapat menyebabkan pendinginan permukaan Bumi secara tiba-tiba. Rampino dan peneliti lainnya menyebut gejala pendinginan global itu sebagai “volcanic winter”. Suhu bumi rata-rata turun 3 – 5oC.
Besar kemungkinan letusan 74.000 tahun yang lalu mempengaruhi penghuni Bumi dan manusia saat itu. Secara global diketahui adanya gejala populasi leher botol berkaitan dengan menurun secara drastisnya populasi manusia bertepatan pada waktu 74.000 tahun yang lalu. Di Nusantara, dengan bukti-bukti fosil yang ditemukan di Pulau Jawa, Homo erectus, dan jenis manusia yang lebih modern seperti Manusia Wajak, besar kemungkinan merasakan pengaruh besar letusan dahsyat Toba. Memang, belum ada bukti kuat fenomena Toba menyebabkan kepunahan spesies manusia, tetapi pengaruh perubahan iklim dipastikan mengubah pola kehidupan mereka.
Contoh terdekat perubahan iklim global akibat letusan gunung api adalah setelah letusan Krakatau 1883, dan terutama letusan Tambora pada April 1815 yang 10 kali lebih dahsyat daripada Krakatau 1883. Letusan itu telah menyebabkan suatu fenomena aneh yaitu turunnya salju di bulan Juli di Eropa, sehingga tahun 1815 dijuluki “the year without summer.” Tahun-tahun setelah itu menyebabkan kegagalan panen di seluruh dunia akibat kekacauan iklim global.
Awal 2005, suatu pendapat yang akhirnya diakui salah kutip oleh peneliti dari Monash University Australia, Raymond Cas, menyatakan adanya massa magma raksasa di bawah Danau Toba yang siap meletus sebagai supervolcano. Pendapat yang membuat panik ini segera dibantah banyak ahli. Sekalipun massa magma itu memang ada, tetapi letusan dahsyat tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Tentu saja kita tidak berharap adanya letusan paroksismal dari supervolcano Toba, sekalipun fenomena itu dapat menghentikan gejala pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini.
Dalam Ekspedisi Geografi Indonesia VI 2009 di Provinsi Sumatera Utara, tuf Toba teramati ketika sebagian tim memasuki suatu kawasan eksklusif di tepi Danau Toba di Merek yang bernama Taman Simalem Resort. Tempat tersebut berdisain mewah dan apik, dengan suatu plaza persis menghadap ke arah indahnya Danau Toba bagian barat laut. Tempat yang tadinya berstatus hutan lindung itu telah disulap menjadi kawasan wisata mahal, termasuk pembangunan vihara yang sedang dalam tahap penyelesaian.
Lereng-lereng terjadi pada plateau Toba di Merek dipotong dan ditimbun (cut and fill) menjadi pola jalan berliku-liku menghasilkan pemandangan yang eksotis. Vihara ditempatkan di salah satu ujung tanjung dan diapit oleh lereng-lereng terjal. Di sinilah persoalan akan muncul. Lereng-lereng terjal yang didominasi oleh tuf Toba bersifat gembur dan berpasir, serta mudah mengalami denudasi.
Gejala-gejala erosi dan longsoran sudah mulai terlihat. Pengembang kelihatan mengerti benar permasalahan yang akan dihadapi. Beberapa dinding penahan dan bronjong batu telah dibangun untuk menahan ketidakstabilan lereng-lerengnya. Pemeliharaan yang nantinya terus-menerus harus terkontrol sehingga akan sangat mahal.
Lain lagi singkapan tuf Toba pada jalan ke arah Sidikalang, melalui Sumbul. Sumbul terletak persis pada garis morfologi memanjang barat laut – tenggara sebagai ekspresi Sesar Besar Sumatera. Garis ini ditempati oleh aliran Lau Renun yang menoreh tajam lembah sungainya. Di lereng Lau Renun yang terjal, tuf Toba yang keras digali sebagai batu bahan fondasi.
Sementara itu pada arah yang jauh berseberangan di Doloksanggul – Onanganjang, sebagian besar batuan tuf telah mengalami alterasi. Tanah berwarna kuning, jingga, dan merah menghiasi pinggir-pinggir jalan akibat pengaruh larutan sisa magma pada proses lanjut.
Di Pulau Samosir, tuf Toba yang keras menjadi artefak-artefak peninggalan kerajaan-kerajaan kuno Batak berupa kursi-kursi dan meja altar tempat penyiksaan musuh yang tertawan. Batu-batu kursi tersebut sangat terkenal sebagai objek wisata di Siallagan, Kecamatan Simanindo. Batu tuf keras juga menjadi sarkofagus, tempat menyimpan mayat raja-raja Sidabutar di Tomok, atau patung-patung berhala. Tuf Toba yang saat diletuskan menghancurkan ekosistem sekitarnya, jauh setelah itu ternyata ikut berperan di dalam perkembangan kebudayaan kerajaan-kerajaan Batak tua di sekitar Danau Toba dan Samosir.
Tingkat kekerasan tinggi batuan tuf Toba tidak hanya dijumpai di lereng Lau Renun, Sidikalang, Kabupaten Dairi, atau di Pulau Samosir, tetapi juga tercermin dari air terjun sangat tinggi dan vertikal Sipisopiso di Merek. Apalagi di sepanjang lereng-lereng sangat terjal di ngarai Sei Asahan antara Siguragura dan Tangga, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, batuan tuf Toba selintas tampak seperti granit yang perlu beberapa kali pukulan kuat dengan palu geologi untuk memecahkannya.
Sei Asahan sebagai sungai drainase dan tempat keluarnya air Danau Toba yang maksimum berpermukaan 905 m dpl, menggerus secara vertikal dan dalam batuan tuf Toba mengikuti pola-pola retakan tektonik. Anak-anak sungainya masuk ke lembah Asahan sebagai air terjun yang tinggi, menguraikan airnya menjadi embun ketika jatuh menuruni dinding ngarai yang tegak.
Aliran Sei Asahan mengarah ke timur laut untuk kemudian berubah menjadi sungai besar di Perhitian, Halado, setelah seluruh airnya keluar dari terowongan PLTA Tangga. Akhirnya sungai ini mengalir bermeander di dataran pantai timur Sumatera Utara, untuk kemudian bermuara sebagai sungai distributary yang berliku-liku pada lingkungan delta di Teluk Nibung, Tanjungbalai. Tempat ini merupakan pelabuhan ramai yang menjadi pintu perairan Selat Malaka bagi kapal-kapal menuju Selangor, Malaysia.
Empat lembar peta geologi di sekitar Danau Toba memetakan dengan jelas sebaran tuf Toba ini (Aldiss dkk. 1983, Aspden dkk. 2007, Cameron dkk. 1982, dan Clarke dkk. 1982). Tuf Toba tersebar jauh ke arah utara, dan dijumpai hingga Pematangsiantar, bahkan mencapai Tebingtinggi. Tidak perlu heran. Jika di tengah-tengah Samudera Hindia saja didapati endapan tuf Toba, jarak ke Tebingtinggi hanyalah jangkauan tidak seberapa bagi suatu letusan super-dahsyat. Ke arah selatan, tuf mengendap mengisi perbukitan dan lembah sepanjang Pegunungan Bukitbarisan sejak Sidikalang di barat laut hingga Tarutung dan Sipirok di tenggara dan selatan.
Tarutung adalah kota kecil yang sangat dikenal oleh para peneliti ilmu kebumian, khususnya yang berkecimpung dalam bidang bencana gempa bumi. Tempat yang dalam bahasa Batak berarti “durian” ini pernah diguncang gempa bumi merusak 6,6 skala Richter pada 27 April 1987. Memang jalur di Bukitbarisan itu adalah jalur retakan dan patahan aktif sepanjang Pulau Sumatera, mulai dari Teluk Semangko di Lampung, menerus ke utara melalui Bengkulu, Kerinci di Jambi, Danau Singkarak dan Padangpanjang di Sumatera Barat, Tarutung – Sidikalang di Sumatera Utara, hingga Bandaaceh.
Ciri morfologi lembah dan perbukitan memanjang sebagai hasil kegiatan tektonik aktif, tampak jelas di Tarutung, tempat Aek Sigeaon mengalir di sepanjang lembah. Kegiatan tektonik aktif yang menghancurkan kekuatan batuan juga mempengaruhi kondisi jalan antara Tarutung dan Sipirok. Di Aek Latong, ruas jalan selalu ambles. Selain karena berada pada jalur sesar aktif, ditambah lagi ada pengaruh batu lempung yang mudah hancur dan rawan longsor.
Retakan-retakan yang terbentuk di sepanjang lembah ini juga menjadi jalan bagi keluarnya air panas. Mata air panas Sipoholon dekat Tarutung yang terukur bersuhu 63,8oC menjadi tempat wisata yang ramai. Air panas Sipoholon keluar dari celah-celah batuan dan menembus tuf Toba. Endapan travertin yang terbentuk akibat air panas menerobos tuf Toba menghasilkan endapan dengan pola-pola yang menarik, berupa bentukan stalaktit dan stalagmit, serta teras-teras endapan travertin.
Ke arah tenggara masih dijumpai mata air dengan gelembung-gelembung udara dengan rasa sedikit asam sehingga penduduk menamakannya “air soda” di Parbubu. Suhu air secara umum relatif hangat, yaitu 31,5oC. Tetapi karena suhu udara juga cukup panas (30,7oC), air soda Parbubu terasa dingin ketika disentuh. Makin ke tenggara, di Sipirok, dijumpai pula mata air panas di Aek Milas Sosopan yang dimanfaatkan oleh masjid setempat sebagai air wudlu. Aek Milas dalam bahasa Batak Sipirok memang berarti “air panas.”
Mata air panas di sepanjang Tarutung – Sipirok merupakan mata air panas yang terjadi akibat patahan, sekalipun sumber air panasnya diperkirakan berasal dari sumber-sumber magmatis juga. Hal itu berbeda dengan air panas bersuhu 47,3oC yang terasa ngilu di gigi karena ber-pH sangat asam di Aek Rangat yang terletak di lereng G. Pusukbuhit, dekat Pulau Samosir. Air panas di Aek Rangat sangat jelas berkaitan langsung dengan aktifitas gunung api Pusukbuhit, sama halnya dengan air panas yang juga muncul di Lau Sidebukdebuk, dari lereng G. Sibayak, Tanah Karo

Jumat, 19 Agustus 2011

SESAR SEMANGKO


Sesar Sumatra (Sesar Semangko) Sumber Gempa Darat di Sumatera

Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979). Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter/tahun menurun menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.
Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
A. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
B. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140 kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
C . Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan posisi memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik.
6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200 kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S-5.9°S), segmen Semangko (5.9°S-5.25°S), segmen Kumering (5.3°S-4.35°S), segmen Manna (4.35°S-3.8°S), segmen Musi (3.65°S-3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S-2.75°S), segmen Dikit (2.75°S-2.3°S), segmen Siulak (2.25°S-1.7°S), segmen Sulii (1.75°S-1.0°S), segmen Sumani (1.0°S-0.5°S), segmen Sianok (0.7°S-0.1°N), segmen Barumun (0.3°N-1.2°N), segmen Angkola (0.3°N-1.8°N), segmen Toru (1.2°N-2.0°N), segmen Renun (2.0°N-3.55°N), segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N), segmen Aceh (4.4°N-5.4°N), segmen Seulimeum (5.0°N-5.9°N).
1.Segmen Sunda  (Selat Sunda-Lampung) 
Panjang :  150 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
2.  Segmen Semangko    (Lampung)   
Panjang :  65 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
3. Segmen  Kumering   (Lampung)    
Panjang :  150 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
4. Segmen Manna   (Bengkulu)     
Panjang :  85 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
5. Segmen Musi  (Bengkulu)      
Panjang :  70 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm men
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
6. Segmen Ketaun   (Jambi) 
Panjang :  85 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
7. Segmen  Dikit  (Jambi) 
Panjang :  60 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
8.  Segmen Siulak  (Jambi )  
Panjang :  70 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
9. Segmen  Suliti  (Sumbar)   
Panjang :  95 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
10. Segmen  Sumani  (Sumbar)
Panjang :  60 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
 11. Segmen  Sianok (Sumbar)
Panjang :  90 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
12. Segmen  Sumpur  (Sumbar)
Panjang :  35 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
13. Segmen  Barumun  (Sumut)
Panjang :  125 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
14. Segmen  Angkola  (Sumut)
Panjang :  160 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  20
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
15. Segmen  Toru  (Sumut)
Panjang :  95 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
16. Segmen  Renun  ( Sumut )
Panjang :  220 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
17. Segmen  Tripa  (NAD)
Panjang :  180 Km
Sliprate  :  2,7 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 27  cm
Slip Accumulation per 200 thn :  54 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.5 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.7 Mw
18. Segmen  Aceh  (NAD)
Panjang :  200 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn : 20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
19. Segmen  Seulimeum  (NAD)
Panjang :  120 Km
Sliprate  :  1 cm/thn
Slip Accumulation  per 100 thn : 10  cm
Slip Accumulation per 200 thn : 20 cm
Periode pengulangan 100 thn : 7.2 Mw
Periode pengulangan 200 thn : 7.4 Mw
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda, di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi Jawa dan Propinsi Sumatra Selatan Busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas Busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di Selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga.
Sejarah Gempa darat di Sumatera Barat
Berdasarkan catatan data sejarah kegempaan yang berpusat di sesar Sumatra  di Sumatera Barat, memang sudah  berapa kali mengalami gempa merusak diantaranya adalah Gempa  Padang (1822, 1835, 1981, 1991, 2005), Gempa  Singkarak (1943), Gempa Pasaman  (1977) dan Gempa Agam (2003). Catatan paling tua menunjukkan bahwa di Padang pada tahun 1822 telah terjadi gempa kuat yang diikuti suara gemuruh yang berpusat di antara Gunung Talang dan Gunung Merapi. Meski tidak ada laporan secara rinci menyebutkan, namun gempa ini dilaporkan menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa cukup banyak.
Pada tanggal 28 Juni 1926, gempa dahsyat 7.8 Skala Richter mengguncang Padang Panjang. Akibat gempa ini tercatat korban tewas lebih dari 354 orang. Kerusakan parah terjadi di sekitar Danau Singkarak Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian wilayah Danau Singkarak. Tercatat di Kabupaten Agam sebanyak 472 rumah roboh, 57 orang tewas dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh, 247 orang tewas. Dampak gempa juga menimbulkan banyak tanah terbelah, longsoran di Padang Panjang, Kubu Krambil dan Simabur. Gempa kuat dengan magnitudo 5.6 Skala Richter juga pernah terjadi pada 16 Pebruari 2004. Getaran gempa ini dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban tewas sebanyak 6 orang dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar. Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 22 Pebruari 2004, gempa yang  lebih besar kembali mengguncang Sumatera Barat dengan magnitudo 6 Skala Richter. Yang mengakibatkan satu orang korban tewas dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat di Kabupaten Pesisir Selatan.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCPenney Coupons